Swaramanadonews.co, Sulut - Ternyata dibalik kemegahan Perumahan Citraland Manado, yang terletak di Kelurahan Winangun berbatasan dengan Kabupaten Minahasa, meninggalkan luka mendalam bagi 147 Kepala Keluarga (KK) warga Ex Kampung Winangun.
Pasalnya rumah dari 147 KK, yang berada diluar seluas 34 Hektar telah digusur hanya berdasarkan putusan di tingkat Pengadilan Tinggi (PT) pada tahun 2003. Tak hanya itu, berdasarkan hasil pertemuan antara pihak Citraland dan beberapa warga Ex Kampung Winangun yang merupakan tergugat atas gugatan dari ex Bank Pinaesaan, melalui mediasi panggilan Anmaning, terungkap tak hanya rumah warga ternyata ada 4 rumah ibadah.
Ke 4 rumah ibadah tersebut yakni 2 Gereja GPDI, 1 Kanisah GMIM, dan 1 Musolah. Dihadapan ketua Pengadilan Negeri (PN) Alfi Usup Feri Solang Gembala Gereja GPDI mengatakan bahwa dia berharap agar pihak terkait dalam hal ini Citraland memiliki rasa perihatin atau empati bagi jemaatnya yang sampai saat ini belum memiliki rumah ibadah.
"Saya selaku Gembala, sangat berharap kepada Citraland agar supaya dapat mengembalikan rumah peribadatan Kami. Yang kami ketahui bersama, tanah yang diduduki oleh Citraland saat ini, adalah tanah milik kami, yang telah memiliki kekuatan hukum tetap sebagaiman putusan Mahkamah Agung. Sudah puluhan tahun kami cukup bersabar, karena kami tau biarlah keputusan pengadilan yang memberikan keadilan sebagai perpanjangan tangan TUHAN, untuk meyatakan bahwa kami berhak atas tanah kami,"ucap Gembala Feri Solang.
Senada juga disuarakan oleh Hendra Kaligis yang merupakan pendiri Musolah yang ikut digusur. "Kami dan segenap jemaat Musolah, hanya meminta keadilan. Dimana pada saat penggusuran itu sangat tragis. Pasalnya kami tela bersusah payah mendirika bangunan Musolah denga jerih payah seluruh umat, tiba-tiba saja digusur. Sehingga itu meninggal kepedihan yang sangat mendalam kepada seurh jemaah kami,"ungkap Hendra.
Hal serupa juga diungkapkan oleh Windi Tampi sala satu Jemaat Kanisah atau Gereja persiapan GMIM. Sambil menitihkan air mata Windi mengungkapkan kesedihannya. "Mewakili ayah saya yang juga ahli waris, pada saat Gereja kami digusur tentunya tak terbayang dipikiran kami, bahwa gereja kami digusur ditanah kami sendiri. Sehingga kami harus kehilangan tempat ibadah dan rumah kami. Lebih memiriskan lagi, dimana saya menuntut keadilan, ayah saya sampai meninggal dunia akiba beban pikiran atas penggusuran itu. Sekali lagi dimuka ketua Pengadilan Negeri Manado Bapak Adi Usup, kami meminta keadilan dari pak Hakim," pinta Windi.
Diketahui permasalahan ini terjadi sejak tahun 2000 saat 147 ex warga kampung Winangun yang telah menempati lahan tersebut sejak tahun 1985 silam dengan mengantongi surat keterangan dari Kelurahan yang dikeluarkan pada tahun 2000.
Akan tetapi rumah warga kemudian digusur berdasarkan putusan Pengadilan Tinggi, yang memenangkan pihak penggugat yaitu ex Bank Pinaesaan, yang mengklaim bahwa mereka telah memegang HGB tertanda tahun 1994.
Nah kemudia proses hukum berlanjut sehing turunlah putusan Mahkamah Agung nomor 424 tertanggal 9 Juni 2010, dengan isi putusan membatalkan putusan Pegadilan Negeri (PN) Manado dan Putusan Pengadilan Tinggi (PT), diperkuat dengan di batalkanya Peninjauan Kembali (PK) oleh penggugat, sehingga warga Ex Kampung Winangun telah memiliki kekuatan hukum tetap atau Incraht bahwa mereka berha menduduki kembali lahan seluas 34 hektar yang saat ini ditempati oleh perumaha Citraland Winangun.
(ELVIS/*)