Jakarta- Gubernur Sulawesi Utara, Prof DR (HC) Olly Dondokambey yang juga Ketua I Majelis Pekerja Harian (MPH) PGI, hadir dalam acara pertemuan tokoh lintas agama dengan Pemimpin Negara Vatikan sekaligus pemimpin Gereja Katolik sedunia, Paus Fransiskus di halaman Masjid Istiqlal, Kamis (5/9/2024).
Di hadapan Paus Fransiskus, para tokoh lintas agama membacakan Deklarasi Istiqlal 2024.
Perwakilan Konferensi Wali Gereja, Monsinyur Tri Harsono serta Ismail Cawidu dari Masjid Istiqlal membacakan deklarasi. Ikut mendampingi para tokoh agama Islam, Kristen, Katolik, Konghucu, Buddha, hingga Pengantut Kepercayaan.
Deklarasi Istiqlal 2024 ini berisi tentang peneguhan kerukunan umat beragama untuk kemanusiaan serta seruan perbaikan lingkungan dalam menghadapi krisis iklim. “Seperti yang bisa dilihat dari kejadian beberapa dekade terakhir, dunia kita jelas sedang menghadapi dua krisis serius, dehumanisasi dan perubahan iklim,” ucap Tri Harsono.
Menyikapi hal tersebut, para pemimpin agama yang hadir menyerukan hala-hal yang agar bertindak berdasarkan pada ajaran agama masing-masing dan mengakui kontribusi dasar dan falsafah negara Pancasila di Indonesia.
Berikut Isi lengkap Deklarasi Istiqlal 2024:
Deklarasi bersama Istiqlal 2024,
Meneguhkan Kerukunan Umat Beragama untuk Kemanusiaan.
Seperti yang bisa dilihat dari kejadian beberapa dekade terakhir, dunia kita jelas sedang menghadapi dua krisis serius, dehumanisasi dan perubahan iklim.
Pertama, fenomena global dehumanisasi ditandai terutama dengan meluasnya kekerasan dan konflik, yang seringkali membawa jumlah korban yang mengkhawatirkan.
Yang lebih mengkhawatirkan adalah, Agama seringkali diperalat, dalam hal ini sehingga mengakibatkan penderitaan bagi banyak orang terutama perempuan anak-anak dan orang lanjut usia. Padahal, peran agama harus mencakup peningkatan dan pemeliharaan martabat setiap kehidupan manusia.
Kedua, eksploitasi manusia atas ciptaan. Rumah kita bersama, telah berkontribusi terhadap perubahan iklim yang menimbulkan berbagai konsekuensi destruktif seperti bencana alam, pemanasan global, dan pola cuaca yang tidak dapat diprediksi.
Krisis lingkungan yang sedang berlangsung ini telah menjadi hambatan bagi kehidupan bersama yang harmonis diantara masyarakat.
Menyikapi kedua krisis tersebut sambil berpedoman pada ajaran agama masing-masing dan mengakui kontribusi dasar dan falsafah negara Pancasila di Indonesia. Kami bersama para pemimpin agama lain yang hadir menyerukan hal-hal sebagai berikut:
Satu, nilai-nilai yang dianut oleh tradisi agama-agama kita harus dimajukan secara efektif untuk mengalahkan budaya kekerasan dan ketidakpedulian yang berada di dunia kita.
Sejatinya, nilai-nilai agama harus diarahkan untuk meningkatkan budaya hormat, martabat, bela rasa, rekonsiliasi, dan solidaritas persaudaraan untuk mengatasi dehumanisasi dan perusahaan lingkungan.
Dua, para pemimpin agama khususnya, terinspirasi oleh narasi dan tradisi rohani masing-masing, harus bekerjasama dalam menanggapi krisis-krisis tersebut di atas mengidentifikasi penyebabnya, dan mengambil tindakan yang tepat.
Tiga, oleh karena terdapat satu keluarga umat manusia di seluruh dunia, dialog antarumat beragama harus diakui sebagai sebuah sarana yang efektif untuk menyelesaikan konflik-konflik lokal, regional, dan internasional, terutama konflik-konflik yang dipicu oleh penyalahgunaan agama.
Selain itu, keyakinan dan ritual-ritual agama kita memiliki kapasitas khusus untuk menyentuh hati manusia dengan demikian menumbuhkan rasa hormat yang lebih dalam terhadap martabat manusia.
Empat, menyadari bahwa lingkungan hidup yang sehat, damai dan harmonis sangat penting menjadi hamba Allah dan pemelihara ciptaan yang sejati.
Kami dengan tulus menghimbau semua orang yang berkehendak baik untuk mengambil tindakan tegas guna menjaga keutuhan lingkungan hidup dan sumber dayanya. Karena kita telah mewarisinya dari generasi sebelumnya dan berharap untuk dapat meneruskannya kepada anak cucu kita.
Terima kasih.
Redaksi / kemenag.go.id