RATAHAN - Suasana dalam ruangan DPRD Minahasa Tenggara beberapa waktu lalu saat pembentukan Alat Kelengkapan Dewan (AKD) mendadak ribut. Penyebabnya, Fraksi PDI-P tiba-tiba Walk Out dari ruangan sebelum dilakukan Rapat Paripurna Pembentukan AKD, belum lama ini.
Tak ayal, keluarnya F-PDIP tanpa kejelasan menyebabkan Rapat Paripurna Pembentukan AKD "macet" dan terkesan dibiarkan begitu saja. Sehingga agenda tak berjalan mulus. Hal ini pun langsung memantik berbagai tanggapan dari anggota DPRD partai lainnya yang notabene sudah siap mengikuti jalannya paripurna tersebut, antara lain Golkar, Demokrat, fraksi Restorasi Pembangunan serta gabungan Partai Nasdem, PPP dan Gerindra.
Wakil Ketua DPRD Mitra Tonny Hendrik Lasut, dalam tanggapannya ketiga fraksi menyayangkan tindakan dari Ketua DPRD Mitra Sophia Antou, yang mengundang rapat anggota dewan namun hanya ditinggalkan tanpa alasan jelas.
“Untuk itu kami dari Ketiga fraksi menyatakan mosi tidak percaya kepada Ketua Dewan Mitra,” seru THL sapaan akrab sekaligus Ketua Partai Golkar Mitra ini sembari menyebut tindakan ketua DPRD didalamnya fraksi PDIP, dapat merugikan masyarakat Minahasa Tenggara, karena pembahasan APBD induk tahun 2025 tertunda.
Soal kejelasan hal ini, THL mengungkapkan dalam grup Whatsapp resmi DPRD, ibu ketua dewan menyampaikan alasan penundaan rapat paripurna karena belum ada kesepakatan antara pimpinan fraksi. Sebaliknya ditimpali Lasut, kalau alasan ibu ketua DPRD demikian, sedangkan dalam tata tertib (Tatib) disebutkan setiap fraksi mengusulkan anggotanya.
“Kalau alasan ibu ketua dewan belum ada kesepakatan antara pimpinan fraksi? Sedangkan dalam tatib mengatakan pembentukan alat kelengkapan DPRD ini dengan cara, setiap fraksi mengusulkan anggota fraksinya kedalam AKD secara proporsional dan merata. Jadi disni dimana titik temunya fraksi tidak ada kesepakatan?,” timpal THL mempertanyakan argumen ketua DPRD.
Kesempatan yang sama, Ketua Fraksi Demokrat, Fitria Asaha sangat menyayangkan penundaan paripurna karena belum terbentuknya AKD.
“Sampai saat ini Ibu ketua Dewan belum hadir dan melanjutkan paripurna ini. Karena tidak sesuai dengan kemauan yang diinginkan fraksi PDIP,” ucapnya.
Sementara itu, Ketua Fraksi Restorasi Pembangunan Indonesia, Sergio Pelleng menilai tindakan dari Ketua Dewan akan berdampak untuk pembahasan ABPD induk tahun 2025.
“Kami telah memasukan memasukan usulan alat kelengkapan dewan kepada sekwan agar supaya mempercepat. Karena kita akan membahas APBD Tahun 2025. Dan saya kira akan ber-dampak untuk itu. Dan kami juga menyatakan mosi tidak percaya kepada tetua dewan Mitra,” tegas Pelleng.
Senada dengan Pelleng, Ketua Fraksi Golkar Fanly Mokolomban juga ikut menyayangkan sikap dari Ketua Dewan yang menunda rapat paripurna dalam rangka pembentukan AKD dan dibiarkan begitu saja tanpa adanya tindak lanjut.
“Kalau pun ada alasan-alasan tertentu harus kembali kepada tatib. Harunya Ibu Ketua Dewan harus membuka rapat paripurna ini. Jika kemudian ada kendala, sesuai aturan bisa di skors. Kami ketiga fraksi ingin menindaklanjuti rapat paripurna ini karna mengingat AKD ini menentukan agenda agenda DPRD termasuk dalam membahas APBD induk tahun 2025. Kami juga menyatakan mosi tidak percaya terhadap Ketua DPRD Mitra,” tambah Mokolomban.
Wakil Ketua DPRD Mitra Kathrien Mokodaser pun menilai, apa yang terjadi adalah kejadian yang langka di Minahasa Tenggara. Menurutnya selam ini sebagai representasi rakyat sebagai lembaga DPRD yang terhormat ini baik-baik saja dalam dalam menjalankan tugas.
“Dan ketika terjadi hal seperti ini, sepertinya kami merasa kami tidak dihargai ketika dibuat seperti ini menunggu. Kami ditinggalkan seperti ini, seperti terlantar. Kami sangat sesalkan kejadian ini, kami selaku perwakilan rakyat berkomitmen, kepentingan rakyat yang kami utamakan,” pungkas Mokodaser.(***)